JAKARTA, Fraksigerindra.id — Anggota DPR RI Fraksi Gerindra Habiburokhman mengusulkan adanya demarkasi penanganan hukum secara jelas antara pengguna dengan pengedar narkotika dalam Perubahan Kedua RUU tentang Narkotika mendatang. Penyebab over capacity lembaga pemasyarakatan secara nasional karena pengguna narkoba yang mencapai 70 persen. Habiburokhman mengusulkan agar pengguna direhabilitasi sedangkan pengedar dan bandar dihukum seberat-beratnya bahkan dihukum mati. Hal ini disampaikan Habiburokhman saat rapat dengar pendapat umum Komisi III DPR RI dengan Persaudaraan Korban Napza Indonesia (PKNI) di Gedung Nusantara II DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (19/9/2022).
“Kalau kita keliling Indonesia ke semua lembaga pemasyarakatan, 70 persen diantaranya over capacity itu isinya adalah pengguna narkoba. Harus ada demarkasi yang jelas antara pengguna dengan pengedar. Kalau pengguna, harus langsung proses rehabilitasi yang seluruh biaya rehabilitasinya seharusnya dibiayai negara. Terlebih, tempat rehabilitasi sekarang ini juga dipertanyakan apakah benar rehabilitasi kita telah memenuhi standar yang bisa membuat pengguna menjadi sembuh dan kembali ke masyarakat,” ujar Habiburokhman.
Legislator asal Dapil DKI I tersebut menekankan kembali perlu adanya tindakan hukum secara tegas dengan pemberian hukuman berat bahkan hukuman mati kepada pengedar dan bandar narkotika. Dia menegaskan lagi, selama pengedar dan bandar masih ada maka selama itu juga jumlah pengguna narkotika semakin bertambah banyak dari hari ke hari.
“Selama ada pengedar dan bandar, maka mudah sekali bagi mereka memancing ‘tabungan’ jumlah pengguna narkotika yang semakin banyak. Orang yang belum pernah diiming-imingi, sedangkan orang yang pernah kecanduan dan belum sembuh menjadi target pasar bagi pengedar dan bandar. Bahkan, yang sudah sembuh pun masih bisa dipancing-pancing kalau kita tidak tegas terhadap pengedar dan bandar. Karena itu, saya sepakat bahwa pengguna direhabilitasi tapi kalau pengedar dan bandar dihukum berat kalau perlu dihukum mati,” pungkas Habiburokhman.