JAKARTA, Fraksigerindra.id — Anggota DPR RI Fraksi Partai Gerindra Dapil Aceh II T.A. Khalid, menyoroti polemik kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang direncanakan mulai berlaku pada 1 Januari 2025. Menurutnya, kenaikan PPN tersebut telah disahkan melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) oleh Ketua DPR RI Puan Maharani pada masa pemerintahan sebelumnya.

UU HPP disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada tahun 2021 sebagai bagian dari upaya pemerintah meningkatkan penerimaan negara dan memperbaiki sistem perpajakan. Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto saat ini, kata TA Khalid, hanya menjalankan perintah undang-undang.

TA Khalid menilai penolakan PDIP terhadap kebijakan ini sebagai bentuk pencitraan politik yang bertujuan mencari simpati masyarakat. “Ini sebuah kemunafikan yang dipertontonkan PDIP. Salah satu cara melihat keseriusan sebuah partai politik dalam memperjuangkan kepentingan rakyat adalah konsistensinya dalam menjaga sikap atas pikiran dan perbuatannya,” tegasnya pada Senin, 23 Desember 2024.

Menurut TA Khalid, sikap PDIP yang mengkritik kenaikan PPN 12 persen menunjukkan ketidakkonsistenan partai tersebut. Ia mengingatkan bahwa PDIP merupakan inisiator utama dari lahirnya UU HPP. “Padahal, jika kita kembali membaca utuh risalah sidang, Fraksi PDI Perjuangan di DPR RI merupakan inisiator utama lahirnya UU HPP dengan keterlibatan Dolfie Othniel dalam memimpin Panitia Kerja (Panja) RUU HPP,” ungkap TA Khalid.

TA Khalid menjelaskan bahwa PDIP memiliki posisi dominan dalam eksekutif dan legislatif pada masa pemerintahan 2019-2024. Dengan 128 kursi di DPR dan jabatan Ketua DPR yang dipegang Puan Maharani, serta Presiden Joko Widodo yang juga merupakan kader PDIP, tidak ada hambatan bagi PDIP untuk mengesahkan RUU menjadi UU.

“Sehingga secara logika dengan penguasaan dominan PDI Perjuangan di eksekutif dan legislatif tidak ada kesulitan bagi partai berlambang banteng tersebut menggolkan RUU menjadi UU,” ujarnya.

Menurut TA Khalid, pembahasan RUU HPP dimulai pada 28 Juni 2021 dengan agenda pembentukan Panja RUU yang dipimpin oleh Dolfie Othniel. Fraksi PDIP mendukung RUU ini dengan argumentasi pentingnya penguatan sistem perpajakan agar lebih adil, sehat, efektif, dan akuntabel, khususnya untuk menjaga APBN di tengah ketidakpastian ekonomi akibat pandemi Covid-19.

TA Khalid juga mengungkapkan bahwa Fraksi Gerindra di DPR mendukung RUU HPP dengan catatan agar kebijakan ini tidak membebani masyarakat kecil dan UMKM. Gerindra menekankan pentingnya penerapan kebijakan perpajakan yang adil dan berbasis mutual trust.

Namun, ia menyayangkan bahwa PDIP kini seolah-olah mencuci tangan atas kebijakan yang diinisiasi oleh mereka sendiri. “PDIP seolah cuci tangan atas pikiran dan inisiatif yang dibuatnya sendiri dengan menyalahkan posisi pemerintah yang dipimpin oleh Presiden Prabowo,” ujarnya.

TA Khalid menegaskan bahwa Presiden Prabowo telah berhati-hati dalam menjalankan kebijakan kenaikan PPN 12 persen. Kebijakan ini hanya berlaku untuk barang-barang mewah dan kategori premium, sehingga tidak membebani masyarakat kelas menengah ke bawah.

“Padahal dalam mengimplementasikan kebijakan yang didasarkan pada UU HPP ini, Presiden Prabowo telah melakukan penyaringan (filter) dengan sangat hati-hati dan analisa mendalam bahwa kenaikan PPN 12 persen hanya berlaku untuk barang-barang mewah dan masuk dalam kategori premium,” jelas TA Khalid.

Ia juga mengingatkan bahwa selama memimpin pemerintahan, Prabowo berusaha menjaga hubungan baik dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

“Misalnya, Prabowo melalui Partai Gerindra adalah garda terdepan dalam menghalangi agar revisi UU MD3 tidak terjadi, sehingga Puan Maharani tetap menjadi Ketua DPR RI,” ungkapnya.

TA Khalid mengimbau PDIP untuk berhenti memainkan drama politik yang penuh kemunafikan. Menurutnya, wacana yang digaungkan PDIP dapat merusak relasi antara Presiden Prabowo dan Megawati. “Artinya pada upaya menjaga kondusifitas, utamanya di tahun 2024 yang merupakan tahun politik yang sangat melelahkan untuk bangsa ini, penting mengingatkan PDI Perjuangan untuk menghentikan drama serta gimik politik yang penuh kemunafikan karena berpotensi merusak relasi antara Prabowo dan Megawati,” pungkas TA Khalid.

Show Comments (0)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *