JAKARTA, Fraksigerindra.id — Dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Dirjen Migas Kementerian ESDM, Anggota Komisi VII DPR RI Kardaya Warnika meminta program Pertashop yang dikeluarkan PT Pertamina harus dapat meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite, bukan Pertamax. Sebab, menurut politisi Partai Gerindra itu, penjualan BBM jenis Pertamax oleh Pertashop lebih ditujukan untuk meningkatkan keuntungan dan masyarakat kelas atas, alih-alih untuk pemerataan aksesibilitas kebutuhan BBM di masyarakat yang membutuhkan.
“Kalau mau ditingkatkan aksesibilitasnya, harusnya (penjualan) Pertalite yang ditingkatkan. Bukan Pertamax. Ini yang harus pemerintah tanyakan ke Pertamina. Kalau memang tujuannya adalah untuk memudahkan konsumen untuk akses mendapatkan BBM, maka yang dibuka adalah Pertalite dulu,” jelas Kardaya dalam dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi VII DPR RI dengan Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (24/5/2021).
Kardaya Warnika yang merupakan Anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan Jabar 8 mengemukakan beberapa hal, diantaranya: Pertama mengenai LPG 3 Kg yang merupakan barang subsidi. Subsidi seharusnya menjadi sesuatu yang sangat penting dan menyangkut hajat hidup orang banyak. Hal tersebut merupakan suatu kebijakan yg diputuskan tingkat tinggi. Kardaya menjelaskan bahwa “karena akan menyangkut hajat hidup orang banyak tiba-tiba disana akan diputar, diganti, nanti biasanya yang dapat hanya getahnya saja, angin ributnya saja. Sementara, untuk hasilnya tidak ada. Jadi, kalau mau bicara disini baik-baik.”
Kardaya juga menjelaskan bahwa: “beberapa waktu yang lalu saya mendengar dan saya juga tau di Banggar dibahas. Saya anggota Komisi 7 dan Banggar. Perlu saya sampaikan ke Pak Dirjen pembahasan mengenai kebijakan yang sangat strategis mengenai sektor itu adanya di komisi.
Karena kalau tidak, apa gunanya membeli tanah dan hal lainnya? Fungsinya buat apa? Apakah mungkin nanti tanah sebesar 65.000 hektar akan dibagikan ke rakyat? Itu tentunya harus dipikirkan bersama. Program utama dari masalah ini sebagai pengalaman yang lalu adalah di dana.
Anggota DPR dapil Jabar 8 ini juga menambahkan bahwa LPJ yang disampaikan tadi sampai April tahun ini realisasinya lebih dari kuota ya? Kalau kumulatif saya hitung tidak masuk. Kedua mengenai Pertashop. Tujuannya apakah akam mempermudah aksesibilitas dari konsumen untuk mendapat BBM atau atau meningkatkan keuntungan Pertamina. Itu yang harus pemerintah tanyakan dulu ke Pertamina dan pemerintah harus menetapkan karena kalau tujuannya adalah untuk meningkatkan aksesibilitas konsumen, konsumen di SPBU atau pasaran butuhnya Pertalite. Kalau mau ditingkatkan aksebilitasnya tentunya Pertalite yang dikasih, bukan Pertamax. Kalo Pertamax yang dikasih ini namanya “jaka sembung bawa golok” kalau kata anak skrg.
Berikutnya ini adalah urusan Pertamina, ada laporan dari pengusaha-pengusaha di sana bahwa yg disampaikan margin itu tidak jelas. Sampai 1000 liter marginnya 850. Kalau diatas itu nanti dihitung 650.
Kalau menurut saya kalau memang infrastruktur ini penting, maka pemerintah yang harus bangun. Jadi dimiliki pemerintah nanti pemerintah tinggal nyuruh Pertamina. Harus ada rencana itu karena kalau tidak sama dengan yang lalu-lalu.
Diakhir, beliau mencontohkan salah satu proyek di Tuban. Dimana tidak ada progres tetapi survei membuktikan masalah utamanya adalah ketersediaan dana. Terdapat 49 proyek pembangunan kilang di Indonesia sejak 1996 itu tidak ada yg terealisir masalahnya karena dana. Sekarang dananya udah ada belum?, demikian kata Kardaya.