Anggota Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Himmatul Aliyah mengungkapkan partisipasi perempuan dalam bidang politik di Indonesia masih terbilang rendah. Oleh karenanya perlu aturan yang mendukung.
“Di Indonesia sendiri (keterwakilan perempuan) masih skornya di dunia masih agak rendah dalam kesetaraan gender. Sedangkan di ASEAN untuk skor itu kita sebut dengan GII memang masih kurang. Oleh karena itu perlu lagi peningkatan pengaturan perempuan untuk masuk ke dalam dunia politik, karena memang perempuan yang masuk dunia politik, itu biasanya dari kalangan aktivis, kalangan orang yang istri-istri pejabat ataupun mereka yang mempunyai modal yang cukup kuat,” kata Himma, Kamis, (3/8/23)
Himma, begitu ia disapa, tak memungkiri bahwa kaum Hawa yang masuk dunia politik, itu biasanya dari kalangan aktivis, istri-istri atau anak pejabat, ataupun mereka yang mempunyai modal yang cukup kuat. Sementara, perempuan-perempuan yang berkualitas, takut untuk masuk politik, karena memang dengan sistem yang sekarang, memerlukan biaya yang cukup tinggi.
Sebaliknya, sangat disayangkan jika ada perempuan yang terpilih, malah tidak menguasai keilmuannya. Karena di DPR sendiri ada komisi-komisi yang terkait dengan keilmuan masing-masing. “Mestinya negara bisa memberikan akses khusus kepada perempuan-perempuan yang berkualitas tinggi, yang ingin berjuang di jalur politik,” tambahnya.
Politisi dari Fraksi Partai Gerindra ini mencontohkan, dirinya sendiri yang saat ini duduk di Komisi X DPR yang salah satunya membidangi pendidikan adalah karena dia pernah 23 tahun mengabdikan di dunia pendidikan.
“Inilah makanya kita ( terutama partai politik), perlu menjaring dan memberikan kesempatan kepada perempuan untuk bisa menempati posisi-posisi kursi dalam pemilihan. Mungkin, kalau sistem terbuka bisa bersaing, tapi misalnya kalau sistem tertutup kan juga mungkin harus menempatkan perempuan dalam posisi yang atas, tentunya perempuan-perempuan yang sudah terseleksi,” paparnya.
Ditambahkan Himma, upaya pemerintah Indonesia untuk mengadopi keterwakilan perempuan di parlemen dan di partai sebesar 30 persen merupakan langkah yang baik untuk pemerataan. Namun pada faktanya masih jauh dari harapan.