JAKARTA, Fraksigerindra.id — Insiden penembakan yang melibatkan anggota kepolisian dan menewaskan seorang siswa SMK di Semarang menuai kecaman luas. Anggota Komisi III DPR RI, Martin Daniel Tumbelaka, mendesak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus ini dan mengevaluasi aturan penggunaan senjata api.

“Saya sangat mengecam insiden tersebut. Kasus penembakan seperti ini bukan kali pertama terjadi. Kepolisian harus segera mengevaluasi penggunaan senjata api agar kejadian serupa tidak terulang,” ujar Martin, Senin (2/12/2024).

Korban, Gamma Rizkynata Oktafandy, siswa SMKN 4 Semarang, ditembak oleh seorang anggota Polrestabes Semarang dengan inisial Aipda RZ pada Minggu (24/11) malam. Gamma yang baru saja memenangkan lomba Paskibra Akpol bersama dua temannya, ditembak di pinggul hingga meninggal dunia. Dua temannya mengalami luka-luka dalam kejadian ini.

Polisi mengklaim bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk melerai tawuran antarkelompok gengster di Semarang Barat. Namun, klaim ini dibantah pihak sekolah dan keluarga korban yang menyebut Gamma tidak pernah terlibat tawuran. Beberapa saksi menyatakan bahwa tidak ada tawuran saat insiden terjadi. Sumber lain mengungkapkan bahwa peristiwa ini bermula dari cekcok antara pelaku dan korban setelah motor korban menyenggol mobil pelaku di sekitar Klenteng Sam Po Kong.

Martin menilai adanya kejanggalan dalam penggunaan senjata api oleh pelaku. “Jika maksudnya melerai, mengapa tembakan tidak diarahkan ke udara? Ini anak-anak, dan tembakan peringatan saja sudah cukup untuk membuat mereka mundur. Patut dicurigai ada niat jahat dalam tindakan tersebut,” tegas Martin.

Ia juga mengingatkan bahwa aturan dalam Perkap Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian hanya memperbolehkan penggunaan senjata api dalam kondisi terancam jiwa, tanpa alternatif lain, atau untuk mencegah pelaku kejahatan yang membahayakan masyarakat.

“Tetapi yang terjadi sering kali adalah penggunaan senjata untuk menunjukkan kekuasaan dan arogansi. Akibatnya, rakyat merasa terancam,” imbuhnya.

Martin menyoroti pernyataan yang kontradiktif antara polisi dan pihak sekolah serta keluarga korban. Ia mendesak agar kasus ini diusut secara profesional dan transparan. “Harus ada kejelasan dan kebenaran dari kasus ini. Jangan ada yang ditutupi. Kami di Komisi III DPR akan terus mengawal kasus ini,” ujarnya.

Pihak kepolisian telah menahan pelaku di Polda Jawa Tengah dengan status terperiksa, sementara keluarga korban telah melapor ke Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Tengah. Lembaga independen seperti Komnas HAM juga turut mengawal kasus ini.

Insiden ini memicu kemarahan publik dan mempertanyakan etika penegakan hukum oleh aparat keamanan. Martin menegaskan bahwa Polri harus mengusut kasus ini secara profesional untuk memulihkan kepercayaan publik.

“Polri harus melakukan reformasi dalam sistem penegakan hukum, mengutamakan humanisme dan etika dalam menjalankan tugasnya. Keadilan harus ditegakkan tanpa intervensi dari pihak manapun,” tutupnya.

Kasus penembakan siswa ini menjadi pengingat perlunya pengawasan ketat terhadap perilaku aparat dalam menjalankan tugas, agar tidak lagi terjadi pelanggaran hak asasi manusia yang merugikan masyarakat.

Show Comments (0)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *