JAKARTA, Fraksigerindra.id — Anggota Komisi V DPR RI Hj. Novita Wijayanti, SE., MM dalam Rapat Dengar Pendapat denganDirjen SDA, pada Selasa 15 Febuari 2022 mengatakan bahwa Menteri PU PERA Basuki Hadimuljono memaparlab 5 program yang akan dilaksanakan pada Tahun Anggaran 2022 untuk sektor pengelolaanSumber Daya Air, dengan memanfaatkan Rp. 41,2 Triliyun yang digunakan untuk membangun 35 Bendungan yang on going, seperti bendungan Tamblak dan Lolak serta pembangunan 2 bendungan baru yakni Riam Kiwa dan Jenelata.

Novita Wijayanti menambahkan bahwa Normalisasi sungai merupakan usaha untukmemperbesar kapasitas dari pengaliran dari sungai itu sendiri.


Penanganan banjir dengan cara ini dapat dilakukan pada hampir seluruh sungai di bagian hilir. Faktor-faktor yang perlu pada cara penanganan ini adalah penggunaan penampang ganda dengan debit dominan untuk penampang bawah, perencanaan aluryang stabil terhadap proses erosi dan sedimentasi dasar sungai maupun erosi tebing dan elevasi muka air banjir. Banjir merupakan salah satu bencana yang sering terjadi di Indonesia, di musim hujan. Adapun dampak yang timbul akibat banjir diantaranya korban jiwa, terserang berbagai macam penyakit, rusaknya fasilitas umum seperti jembatan, jalan, putusnya aliranlistrik, sekolah-sekolah serta fasilitas kesehatan. Hal ini dapat terjadi karena volume air yang terdapat di sungai, danau ataupun daerah dengan aliran air lainnya mengalami kelebihan kapasitas normal akibat dari adanya pemampatan air hujan sehingga air meluap.

Pada umumnya terdapat dua peristiwa banjir. Yakni banjir yang terjadi karena hujan lebat yang berlangsunglama dan banjir kiriman dari sungai lain yang letaknya lebih tinggi. Guna menghindari dampak banjir terutama dalam hal keselamatan jiwa manusia, saat ini di banyak sungai telah dilakukan upaya pencegahan dini dengancara dilakukan. Pemantauan ketinggian air sungai. Alat pemantau yang ada saat ini pada umumnya masihbersifat manual, yakni menggunakan alat manual yang dipasang di bibir sungai. Alat tersebut dipantau secara manual oleh petugas jaga. Cara ini bisa menjadi keterbatasan, yakni jika petugas lengah, atau tidak terpantau karena terjadi di malam hari di saat petugas tidak jaga. Setelah terpantau indikasi akan terjadi banjir, maka petugas juga harus menginformasikan kepadapetugas lainnya di hilir sungai. Selanjutnya petugas di hilir akan mengumumkan ke masyarakat akan terjadinya banjir.

Proses informasi dari informasi ketinggian air sampaike masyarakat luas di hilir tersebut menurut Novita Wijayanti, masih memiliki keterbatasan.Yakni bisa terjadi kelengahan petugas jaga, terutama jika banjir terjadi tengahmalam, serta penyebaran informasi ke masyarakat luas di sepanjang tepi sungai. Untuk itu ia merasa tertarik untuk mengusulkan agar Dirjen Sumber Daya Air membangun purwarupa sistem yang dapat memonitor tinggi muka air menggunakan teknologi terkini yaitu internet of things (IOT) dan menampilkannya dalam Website Geographical Information System (WebGIS). Sistem yang dirancang berupa alat pengukur ketinggian muka air sungai yang akan dipasang pada bibir sungai, berbasis mikrokontroler sebagai pengolah data yang diperoleh dari sensor alat pengukur. Sensor ini bekerja sepanjang waktu. Data yang diperoleh, selanjutnya diolah dan dikirimkan ke web serverberupa angka, yang dapat digunakan untuk menentukan status sungai. Pemantauan sungai dapat dilakukan dengan mengakses website GIS dengan tampilan peta google, yang akan menampilkan nama sungai, ketinggian sungaidan status sungai yang telah terpasang alat tersebut. Dengan alat rancangannya, maka masyarakat luas dapat memantau secara mandiri terkait dengan kemungkinan adanya potensi bencana banjir.

Show Comments (0)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *