JAKARTA, Fraksigerindra.id —  Fraksi Gerindra DPR RI mengadakan focus group discussion (FGD) dengan tema “Perlindungan Hukum Karya Cipta dalam Tata Kelola Digitalisasi”, di Ruang Abdul Muis Gedung Nusantara Dewan Perwakilan Rakyat Senin (18/11/2024). Kegiatan ini,mendiskusikan pentingnya Revisi Undang-Undang Hak Cipta. Hadir dalam FGD, Novita Wijayanti, Pimpinan Fraksi Gerindra DPR RI, Melly Goeslaw Anggota Komisi X sekaligus inisiator Revisi Undang-Undang Hak Cipta, Ahmad Dhani, Anggota Komisi X, Mulan Jameela, Anggota Komisi VI, para musisi Indonesia, dan Tenaga Ahli Fraksi Gerindra DPR.

FGD ini menghadirkan pembicara, Menteri Hukum RI yang diwakili Dirjen Kekayaan Intelektual Razilu, Profesor Ahmad M. Ramli, Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Padjajaran, Profesor Agus Sardjono, Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia, dan beberapa asosiasi music seperti, Wahana Musik Indonesia, Aliansi Penerbit Musik Indonesia, Asosiasi Industri Rekaman Indonesia, Asosiasi Promotor Musik Indonesia, Federasi Serikat Musik Indonesia.

Melly Goeslaw ketika ditanya Media Fraksi Gerindra, membeberkan latar belakang kenapa dirinnya secara pribadi menginisiasi Revisi Undang-Undang Hak Cipta. Menurutnya, Undang-Undang Hak Cipta yang sekarang tidak mengakomodir semua bidang seni. Selain itu, perkembangan digitalisasi sekarang perlu diakomodir dalam Undang-Undang Hak Cipta.

“Melakukan usulan Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 untuk revisi. Hari ini kita adakan FGD khusus untuk musisi, mungkin ada FGD berikutnya untuk penulis buku, fotografi dan lain-lain. Karena Undang-Undang Hak Cipta ini tidak hanya untuk musik saja tapi juga untuk bidang seni yang lain. Karena tahun 2014 Undang Undang Hak Cipta tidak mengakomodir seluruhnya. Dengan perkembangan digitalisasi, memang harus adaptasi dengan perubahan-perubahan yang lebih baik,” beber Melly.

Menurut Legislator asal Jawa Barat ini, dalam era digitalisasi yang terus berkembang pesat, penting sekali perlindungan hukum terhadap karya cipta. Perlu regulasi yang adaptif untuk melindungi hak pencipta. Bangsa yang besar, tegas Melly, adalah bangsa yang dihuni oleh orang-orang berimajinasi.

“Setiap insan yang memiliki pemikiran, imajinasi, dan kepandaian, maka mereka bisa menciptakan sesuatu entah itu karya atau apapun yang kemudian bisa menjadi lahan pekerjaan banyak orang. Insan seperti ini adalah aset bangsa. Bangsa yang besar adalah bangsa yang banyak dihuni oleh insan seperti itu. Maka bangsa yang besar pun harus mau mendengar semua yang dialami oleh insan-insan itu,” ujar Melly.

Melly memaparkan, digitalisasi telah memberikan manfaat besar dalam penyebaran ilmu pengetahuan, seni, dan budaya. Namun, di sisi lain, hal ini juga meningkatkan risiko pelanggaran hak cipta.

“Di era digitalisasi yang terus berkembang pesat, perlindungan hukum karya cipta menjadi semakin penting. Pertumbuhan teknologi digital memungkinkan akses distribusi dan penggunaan karya cipta dengan sangat mudah. Hal ini membawa manfaat besar dalam penyebaran ilmu pengetahuan, seni, dan kebudayaan. Tetapi juga meningkatkan risiko pelanggaran hak cipta,” jelas Melly.

Lebih jauh, Melly menilai perlunya regulasi yang lebih adaptif untuk mengatasi dinamika teknologi digital.

“Platform digital, seperti media sosial menjadi tempat utama distribusi karya digital. Namun pengelolahan hak cipta di platform ini sangat menantang, karena konten sangat masif disebarkan oleh pengguna tanpa izin. Undang-undang hak cipta perlu mengakomodasi konsep property virtual yang mencakup dalam game online, metaverse dan platform digital. Perlu ada kejelasan mengenai status hukum kepemilikan dan perlindungan hak cipta untuk aset-aset virtual,” kata Anggota Komisi X ini.

Melly menyarankan agar konsep hak cipta dalam konteks digitalisasi direinterpretasi sesuai dengan perkembangan zaman. “Undang-undang hak cipta juga perlu mengakomodasi teknologi yang cepat dan tidak terduga. Perlu ada reinterpretasi konsep hak orang dalam konteks digitalisasi,” saran Melly.

Melly merasa bersyukur, karena pada saat FGD berlangsung, ia mendapat informasi Revisi Undang-Undang Hak Cipta menjadi Prolegnas tahun 2025. Beliau berkomitmen untuk terus mengawal undang-undang ini.

Pada kesempatan yang sama, pimpinan Fraksi Gerindra Novita Wijayanti, mengapresiasi langkah Melly yang menginisiasi Revisi Undang-Undang Hak Cipta. Meskipun Melly Anggota Baru dan umur sebagai legislator belum sampai dua bulan, tetapi sudah melakukan langkah penting untuk legislasi.

“Teh Melly atau Ibu Melly, anggota DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra yang menginisiasi kegiatan FGD ini. Luar biasa. Ibu Melly anggota dewan baru, tapi langsung mencetuskan Revisi Undang-Undang Hak Cipta. Semoga memenuhi harapan dari semua musisi,” ungkap Legislator asal Jawa Tengah ini.

Novita menjelaskan bahwa Partai Gerindra sangat menghargai dan mendukung hak cipta seseorang. “Fraksi Partai Gerindra memandang bahwa perlindungan atas hak cipta adalah fondasi penting dalam pembangunan bangsa, yang berbasis pada kreativitas, inovasi dan penghargaan,” jelas Novita.

Sedangkan Dirjen Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum, Razilu, mengatakan hak cipta bagi para musisi dan konten creator. “Hak cipta merupakam insentif utama bagi para creator. Namun, dalam era digital salah satu tantangan terbesar adalah penyebaran hak cinta tanpa ijin,” ujarnya.

Show Comments (0)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *