JAKARTA, Fraksigerindra.id — Politisi Partai Gerindra Haerul Saleh, menyoroti kegiatan penambangan dan pembangunan smelter PT. Ceria Nugraha Indotama (CNI) di blok Lapao-pao, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara.

Dia ingat saat memenangkan tender blok Lapao-pao di Kecamatan Wolo, Kabupaten Kolaka, PT. CNI telah berjanji di hadapan Anggota DPRD Kolaka akan memberikan 17,8 persen kepemilikan saham kepada pemerintah daerah.

Keputusan panitia lelang untuk memenangkan PT. CNI Blok Lapao-pao, dikatakan Haerul, tidak terlepas dari dokumen penawaran PT. CNI yang menyatakan akan memberikan 17,8 persen sahamnya untuk Pemda Kabupaten Kolaka

“Saham yang 17,8 persen ini harus dituangkan ke dalam kepemilikan saham PT. CNI. Jika ini benar-benar dilaksanakan oleh PT. CNI, maka kita bisa bayangkan betapa makmurnya masyarakat Kolaka,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi Fraksigerindra.id, Senin (.

Namun, menurut Haerul Saleh, sampai saat ini faktanya Pemda Kabupaten Kolaka setiap tahunnya masih mencari sumber-sumber pembiayaan tambahan untuk membiayai infrastruktur dan menghidupkan sektor ekonomi seperti perkebunan, perikanan dan pariwisata.

“Padahal Pemda Kolaka punya sumber keuangan yang sudah jelas, yaitu pembagian deviden atas saham yang seharusnya dimiliki dari PT. CNI,” kesalnya.

Bahkan, menurut Anggota Komisi XI tersebut, dirinyalah yang menjadi saksi bagaimana setiap tahun Pemda Kolaka berupaya mencari tambahan alokasi anggaran di pusat, baik itu DAK, termasuk mengupayakan pinjaman ke SMI untuk membangun instalasi baru PDAM.

“Sekiranya saham 17, 8 persen tersebut direalisasikan, maka tidak perlu lagi bupati sibuk mencari-cari sumber pendanaan untuk membangun,” tambahnya.

Haerul pun mengajak semua pihak untuk berjuang bersama, baik Pemda, Anggota DPRD Kabupaten Kolaka maupun dirinya sebagai perwakilan masyarakat Sulawesi Tenggara yang ada di pusat.

“DPR akan segera mengambil langkah konkret dengan segera menyurati pihak PT. CNI untuk meminta penjelasan terkait saham Pemda dan kemudian melibatkan BPK untuk melakukan audit investigatif terkait saham tersebut, sebab itu seharusnya sudah menjadi aset Pemda,” tambahnya.

 

Lebih lanjut dirinya menjelaskan, secara prinsip keberadaan pertambangan harus dapat memberi nilai tambah yang lebih kepada masyarakat, jangan hanya berharap pada CSR yang hanya mampu membiayai hal-hal kecil.

“CSR ini hanya bisa membangun kantor desa, kantor kecamatan, gedung pemuda dan olah raga, tetapi keberadaan perusahaan tambang ini harusnya bisa memberi manfaat yang luas untuk masyarakat,” pungkas Haerul.

 

Show Comments (0)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *