JAKARTA, Fraksigerindra.id — Ketua BKSAP DPR RI Fadli Zon mewakili parlemen Indonesia memimpin dan menghadiri Sidang Komisi Politik pada hari kedua Sidang Umum ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA) ke-43 di Phnom Penh, Kamboja (22/11/2022). Fadli bersama Wakil menyampaikan sejumlah usulan resolusi dan ’emergency item’.

Delegasi DPR RI memperjuangkan satu usulan Draf Resolusi yang bertajuk ‘Memperkuat Diplomasi Parlemen dalam Keamanan Maritim untuk Meningkatkan Stabilitas Regional di Asia Tenggara.’ Di forum tersebut Delegasi DPR RI juga mengajukan satu ‘Emergency Item’ mengenai krisis di Myanmar dengan judul, ‘Diplomasi Parlemen Untuk Mendorong Implementasi 5 Poin Konsensus ASEAN.’ Kedua usulan Indonesia diterima oleh Sidang Umum AIPA ke-43.

Pada resolusi yang pertama delegasi DPR RI menekankan urgensi diplomasi parlemen untuk mendorong peningkatan kerjasama parlemen ASEAN. Mengingat isu dan tantangan keamanan maritim semakin kompleks, mencakup keamanan tradisional maupun non-tradisional.

Lebih lanjut DPR juga menekankan pentingnya kerja sama dalam rangka menanggulangi Penangkapan Ikan yang bersifat Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) atau, praktik penangkapan ikan ilegal, tidak terlaporkan dan menyalahi aturan, juga kelestarian lingkungan laut di kawasan. Khusus soal IUU, delegasi mendorong peningkatan kerja sama dalam penanggulangannya, serta penyelesaian segera negosiasi terkait Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) diantara negara-negara ASEAN.

Sedangkan dalam Emergency Item mengenai pelaksanaan 5 Poin Konsensus, Ketua BKSAP menekankan pentingnya diplomasi parlemen agar konsensus tersebut segera diimplementasikan sesuai komitmen Junta Militer Myanmar. Seluruh Parlemen anggota AIPA yang hadir mendukung kedua usulan Delegasi Indonesia tersebut, serta berkontribusi aktif melalui masukan yang memperkaya substansi kedua resolusi.

Sebagai catatan, isu Myanmar selama ini menimbulkan resistensi yang cukup tinggi dari Parlemen ASEAN karena adanya prinsip non-intervensi yang berlaku di ASEAN. Namun, krisis berkepanjangan di Myanmar sejak  tragedi kemanusiaan yang menimpa warga Rohingya, hingga krisis akibat kudeta militer telah mambangkitkan kesadaran kolektif parlemen negara-negara ASEAN untuk bersikap.

Hal tersebut tak lepas dari perjuangan konsisten delegasi DPR RI selama kurang lebih 5 tahun berturut-turut. “Sudah terlalu lama kita bersabar, sudah saatnya Parlemen ASEAN bersikap”, demikian dijelaskan oleh Fadli Zon. Sebagai ASEAN “Big Brother” sewajarnyalah Indonesia memiliki kepentingan yang tinggi terhadap isu-isu kawasan, khususnya Krisis di Myanmar.

Politisi Fraksi Partai Gerindra ini menegaskan bahwa sudah saatnya sebagai organisasi parlemen se-Asia Tenggara, AIPA bersikap mengenai krisis berkepanjangan di Myanmar. “Kita tak bisa mengorbankan stabilitas regional, di saat tantangan yang kita hadapi akan semakin berat di kawasan. Kita harus  mendorong implementasi segera dari 5-Point Consensus (5 Poin Konsensus). Junta militer Myanmar harus memenuhi komitmen yang telah disepakati. Hak asasi manusia dan demokrasi di Myanmar harus ditegakkan termasuk proteksi terhadap anggota parlemen Myanmar yang dibubarkan,” tegas Fadli.

Show Comments (0)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *