JAKARTA, Frakasigerindra — Anggota Komisi IX DPR RI Obon Tabroni, menyoroti sejumlah permasalahan dalam pelaksanaan program BPJS Ketenagakerjaan saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dewan Pengawas dan Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (28/10/2024).
Salah satu poin penting yang diangkatnya adalah terkait dengan disparitas antara jumlah peserta BPJS Ketenagakerjaan dengan jumlah pekerja formal. Meskipun terjadi peningkatan pesat jumlah peserta, namun masih terdapat gap yang signifikan.
“Pekerja formal hari ini 53 juta sedangkan Bapak dari mulai pekerja formal kemudian informal kemudian dari pekerja luar negeri hanya di posisi sekitar 40 juta. Masih ada gap (selisih). Kenapa pekerja formal ini menjadi fokus karena rasanya itu akan sangat mudah untuk dilakukan kepesertaan, mereka kan berada di satu Perusahaan,” ujarnya.
Politisi Fraksi Partai Gerindra itu juga menyoroti permasalahan terkait dengan Sistem Informasi Pelaporan Perusahaan (SIPP) yang dapat berdampak negatif bagi pekerja yang mengalami PHK. Menurutnya, mekanisme non-aktifasi peserta BPJS Ketenagakerjaan melalui SIPP yang dilakukan secara otomatis setelah adanya PHK sangat berisiko.
Untuk itu, Ia mengusulkan agar BPJS Ketenagakerjaan mengadopsi mekanisme yang serupa dengan BPJS Kesehatan, di mana penonaktifan peserta baru dilakukan setelah ada putusan pengadilan yang menyatakan bahwa pekerja tersebut benar-benar telah di-PHK.
“Seorang pekerja yang ter-PHK tiba-tiba mengalami kecelakaan, padahal pekerja formal. Mereka itu (pekerja formal) tingkat ketaatan iuran yang paling tinggi. Puluhan tahun Ia mengiur hanya karena di PHK sepihak oleh Perusahaan saat kecelakaan tidak dapat ter-cover,” jelasnya.
Selain itu, Ia juga menyoroti masalah perlindungan bagi peserta BPJS Ketenagakerjaan yang menjadi korban tindak pidana. Ia menyayangkan bahwa BPJS Ketenagakerjaan belum memberikan perlindungan bagi peserta yang mengalami kecelakaan kerja atau tindak pidana di luar lingkungan kerja.
“Harapan saya, BPJS Ketenagakerjaan dapat terus melakukan perbaikan dan penyempurnaan sistem agar seluruh pekerja, terutama pekerja formal, dapat terlindungi secara optimal,” pungkas Legislator dapil Jawa Barat VII itu.