JAKARTA, Fraksigerindra.id — Anggota Komisi VI DPR RI Hendrik Lewerissa mendorong PT Pertamina mencari solusi efektif memperlancar distribusi bahan bakar di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar), khususnya di Provinsi Maluku. Pasalnya, hingga kini, ia menerima laporan masyarakat berupa minim pasokan bahan bakar. Ia tidak ingin krisis energi terjadi sehingga menganggu aktivitas vital masyarakat.

“Saya masih mendapatkan keluhan dari masyarakat, khususnya terkait dengan kelangkaan BBM dan terlambatnya pasokan di beberapa daerah, terutama daerah-daerah yang masuk kategori daerah 3T di Maluku (atau) terluar, terpencil, dan tertinggal. Itu yang memang harus mendapat perhatian dari jajaran manajemen PT Pertamina,” tutur Hendrik, Senin (17/7/2023).

Walaupun begitu, dirinya tetap mengapresiasi keputusan PT Pertamina yang mengakuisisi hak partisipasi (Participating Interest/PI) Shell di Blok Masela sebesar 35 persen. Dirinya pun mendukung perusahaan migas pelat merah tersebut melakukan finalisasi pembentukan konsorsium bersama dengan Petronas dan proses nonbinding offer, di mana Pertamina akan bekerja sama dengan Petronas.

“Diperkirakan tahun 2029, sudah bisa streaming. Artinya, sudah bisa berproduksi secara komersial. (Adanya) tambahan proyek (penangkapan dan penyimpanan karbon) tersebut tidak harus memperlambat rencana-rencana pengembangan blok,” tandas legislator Daerah Pemilihan Maluku itu.

Diketahui, Blok Masela merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) yang ditargetkan akan menghasilkan gas sebesar 1.600 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD). Hal itu setara dengan 9,5 juta ton LNG per tahun (million tons per annum/mtpa) dan gas pipa 150 MMSCFD, serta 35.000 barel minyak per hari.

Proyek ini dikelola oleh Inpex Masela Ltd yang bertindak sebagai operator, di mana memegang hak partisipasi 65 persen dan 35 persen yang dipegang oleh Shell. Inpex dan mitra berencana akan membangun Kilang Gas Alam Cair (LNG) di darat. Tidak hanya itu saja, rencana proyek tersebut juga akan ada tambahan upaya berupa penggunaan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (Carbon Capture, Utilization and Storage/ CCUS).

Akan tetapi, proyek ini mulanya ditargetka bisa beroperasi pada 2027. Namun berdasarkan informasi terbaru, upaya tersebut secara operasional baru akan berjalan di tahun 2029.

Show Comments (0)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *