JAKARTA, Fraksigerindra.id — Anggota Komisi VI DPR RI Kawendra Lukistian usul meleburkan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menjadi satu lembaga. Usulan ini ia lontarkan demi membangun ekosistem yang kuat, efektif dan efisien dalam menangani permasalahan konsumen.

Hal ini disampaikan Kawendra dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi VI DPR RI dengan Para Pakar Hukum Perlindungan Konsumen sekaligus Guru Besar Universitas Parahyangan Prof. Bernadette Mulyati Mulyono dan Prof. Johannes Gunawan di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (11/11/2024).

“Hemat saya, baiknya (BPKN) disatukan saja dengan BPSK dan kewenangannya diperkuat, (supaya) lebih cepat. Tuntutan masyarakat sekarang kan pengennya lebih serba cepat, apalagi ada platform digitalnya harus lebih cepat. Toh, semuanya ini dalam rangka melindungi rakyat Indonesia karena dengan 280 juta (orang di Indonesia), (angka) ini artinya ini kan konsumen yang harus dilindungi,” tutur Kawendra.

Perlu diketahui, terkait urusan perlindungan konsumen, UU Nomor 8 Tahun 1999 dinilai memiliki kekurangan di sejumlah aspek, satu di antaranya adalah kelembagaan. Indonesia memiliki dua lembaga yang mengurus sektor perlindungan konsumen, yaitu BPSK dan BPKN. Walaupun begitu, dalam pelaksanaan tugas dan fungsi, dinilai tidak berjalan efektif dan efisien seperti harapan.

Politisi Fraksi Partai Gerindra itu mengusulkan peleburan BPSK dan BPKN. Usulan tersebut ia sampaikan merujuk pada sejumlah negara yang dianggap mampu menciptakan ekosistem perlindungan konsumen yang baik. Sebagai contoh, jelasnya, Pemerintah Indonesia bisa merujuk pada The Australian Competition and Consumer Commission (ACCC).

Lembaga tersebut diketahui memiliki kewenangannya yang tidak hanya sebatas pada regulasi pengawasan, edukasi, dan informasi saja, akan tetapi juga ada kewenangan penegakan hukum. Pun di Jepang. Pemerintah Jepang memiliki lembaga bernama Badan Urusan Konsumen (Shouhishachō) yang berwenang melindungi konsumen serta memiliki kewenangan untuk penegakan hukum jika terjadi pelanggaran.

“BPKN (jika dilebur dengan BPKS) seharusnya bisa (bekerja) aktif dan cepat jika memiliki kewenangan yang luar biasa kuat. Tidak hanya hanya sebatas di tatanan merumuskan kebijakan dan strategi nasional saja,  namun juga perlu merespon secara cepat dan terukur dan rakyat terlindungi,” tandasnya.

Show Comments (0)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *