JAKARTA, Fraksigerindra.id — Anggota Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI Himmatul Aliyah sampaikan laporan implementasi Resolusi AIPA ke-43 yang diselenggarakan pada 2022 lalu. Laporan yang disampaikan dalam Pertemuan ke-14 Kaukus AIPA itu, khususnya menyangkut implementasi di Bidang Sains, Teknologi, dan Investasi.

Ia menyampaikan, di tahun 2022, rata-rata pertumbuhan mencapai 5,3 persen, yang merefleksikan ketahanan ekonomi dan momentum positif dalam pemulihan pasca pandemi. Bahkan, baru-baru ini, Indonesia kembali mendapatkan status sebagai negara berpendapatan menengah ke atas (upper-middle-income country) dari Bank Indonesia. Di mana hal itu menunjukkan adanya kenaikan 9,8 persen PDB per kapita.

“Bagaimanapun juga, Indonesia masih menghadapi beberapa tantangan seperti terbatasnya kemajuan teknologi dan penurunan ekspansi angkatan kerja. Tantangan itu harus diselesaikan untuk memenuhi seluruh potensi pertumbuhan dan pembangunan yang berkelanjutan,” ujar Himmatul dalam Sesi Kedua Diskusi tentang ‘Promoting Innovation, Transfer, Application and Development of Science and Technology for Sustainable Growth and Development’ di Phu Quoc, Vietnam, Senin (10/7/2023).

Dari sisi kerangka kebijakan, terdapat dua produk UU yang mengatur tentang sektor sains dan teknologi di Indonesia. Pertama, UU Nomor 11/2019 tentang Sistem Nasional IPTEK; Kedua, UU Nomor 18/2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan IPTEK.

“UU tersebut memperkuat hadirnya ekosistem yang kokoh untuk mekanisme pendanaan, perlindungan properti intelektual, dan mendorong hadirnya kerja sama antara perumus kebijakan, institusi penelitian, universitas, dan industri. Sehingga, berdampak pada pertukaran pengetahuan terhadap pertumbuhan ekonomi,” jelas Politisi Fraksi Partai Gerindra ini.

Dari sisi kelembagaan, telah terbentuk badan yang bertanggung jawab untuk implementasikan kebijakan sains, teknologi, riset, dan inovasi, yaitu BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional). BRIN merupakan badan yang menggabungkan lebih dari 44 institusi riset dari kementerian dan 4 badan riset, seperti LIPI, BPPT, BATAN, dan LAPAN.

“Integrasi ini akan mendukung optimalisasi sumber daya, pengarusutamaan aktivitas riset, dan dukungan kolaborasi antara peneliti dan inovator,” jelas Anggota Komisi X yang bermitra dengan Kemendikbudristek itu.

Dari sisi kebijakan, Indonesia telah memiliki peta jalan (road map) berupa Rencana Induk Riset Nasional untuk periode 2017 hingga 2015. Roadmap ini mengintegrasikan sumber daya riset dan inovasi, memperkuat kolaborasi ekosistem riset, dan membangun kebijakan yang berbasis pada riset secara berkelanjutan.

Dari sisi pendanaan, Indonesia telah memiliki lembaga Dana Ilmu Pengetahuan Indonesia (DIPI) dan Program Riset dan Inovatif Produktif (RISPRO) yang memberikan dukungan finansial dan insentif dengan dampak yang terukur. Selain itu, Indonesia juga telah memiliki Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) yang dikelola oleh Kementerian Keuangan.

“Hingga 2021c LPDP telah memberikan beasiswa kepada hampir 30 ribu mahasiswa pascasarjana maupun doktoral. Sebagian besar di antaranya beasiswa luar negeri dan lebih dari 1.700 proyek riset telah dibiayai,” jelasnya.

Karena itu, ia mengajak seluruh Anggota Parlemen se-ASEAN (AIPA) untuk terlibat dalam beberapa kebijakan di tingkat regional sebagai berikut. Pertama, transfer teknologi dan mekanisme kolaborasi; kedua, harmonisasi hak kekayaan intelektual; ketiga, kerangka kerja regulasi untuk teknologi baru seperti Artificial Intelligent; keempat, investasi dalam pembangunan riset; kelima, penguatan infrastruktur digital; keenam, penguatan kapasitas dan pengembangan sumber daya manusia; terakhir ketujuh, memfasilitasi pertukaran pengetahuan.

Show Comments (0)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *