JAKARTA, Fraksigerindra.id –Bank Indonesia (BI) berencana mengembangkan CBDC (Central Bank Digital Currencies) atau Rupiah Digital. Saat ini BI masih merumuskan dan mempertimbangkan secara seksama manfaat dan risiko CBDC. CBDC adalah uang digital yang diterbitkan dan peredarannya dikontrol oleh bank sentral. Ini alat pembayaran yang sah untuk ‘menggantikan’ uang kartal.
Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan (Hergun) mengapresiasi terobosan BI yang akan menghadirkan CBDC atau Rupiah Digital itu dalam keterangan persnya, Minggu (12/12/2021). Setidaknya ada tiga faktor yang mendorong terbitnya Rupiah Digital, yaitu untuk merespon keberadaan crypto assets, meningkatnya kebutuhan transaksi keuangan digital, serta ketersediaan teknologi distributed ledger technology (DLT).
“Faktor pertama, Rupiah Digital diharapkan akan membendung gempuran uang kripto yang saat ini makin masif dipegang oleh masyarakat,” kata Hergun. Ia menegaskan sesuai dengan UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, alat pembayaran yang sah di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah Rupiah. Karena itu, uang kripto bukan sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia.
“Masyarakat perlu diingatkan risiko menyimpan uang kripto sebagai komoditas investasi yang tidak memiliki underlying serta memiliki potensi fluktuasi yang besar,” tegas Kapoksi Gerindra Komisi XI DPR ini seraya menambahkan, “Meskipun ilegal dan memiliki risiko tinggi, namun banyak masyarakat yang menyimpan uang kripto. Tugas kita semua untuk mengedukasi masyarakat agar tidak menjadi korban uang kripto,” tandasnya.
Dalam laporan Kajian Stabilitas Keuangan yang dirilis BI, jumlah investor kripto pada Juni 2021 diperkirakan telah mencapai kurang lebih 6,5 juta. Jumlah ini bahkan dua kali lebih banyak dibandingkan investor pasar saham yang mencapai sekitar 2,4 juta investor. “Meningkatnya popularitas uang kripto pada beberapa tahun terakhir menimbulkan kekhawatiran dampaknya terhadap efektivitas kebijakan moneter dan stabilitas sistem keuangan,” keluh legislator daerah pemilihan (dapil) Jawa Barat IV itu.