JAKARTA, Fraksigerindra — Anggota DPR RI Fraksi Partai Gerindra, Abdul Wachid mengaku prihatin dengan kondisi para petani imbas kenaikan harga BBM subsidi.

Menurutnya, naiknya harga BBM telah membuat kehidupan para petani di daerah-daerah semakin nelangsa.

“Efek domino kenaikan BBM jelas berpengaruh terhadap Harga Pokok Produksi (HPP) petani dan tentu saja petani semakin berat menghadapi kondisi semacam ini. Kenaikan BBM membuat para petani menjerit bapak presiden,” lirih Ketua DPD partai Gerindra Jawa Tengah (Jateng) itu.

Yang lebih memprihatinkan, Wachid mengungkapkan, pasca kenaikan harga BBM Pertalite dan Solar para petani kebingungan menghadapi kondisi yang semakin kompleks ini. Mereka tidak tahu harus mengadu ke siapa nasibnya.

“Petani padi, tebu, sayuran nelayan, tambak dan lain-lain mereka hidup di desa-desa pinggir laut di gunung-gunung jauh dari para elit dan tidak tahu cara menyuarakan jeritan hatinya,” ujar Wachid yang sesekali menyeka air mata.

Saat ini saja, kata Wachid, harga BBM jenis Solar yang sering dipakai para petani untuk mengolah kebun dan berlayar di laut langsung naik tinggi.

“Dari harga semula Rp5,150 liter naik Rp1.650 liter menjadi Rp6.800 liter, jelas sangat memberatkan para petani. Kenaikan BBM akan memberatkan beban biaya sarana produksi, upah buruh tani pasti naik, biaya angkut minta naik, beban biaya hidup naik, belum lagi harga pupuk naik, obat-obatan naik. Sedangkan di petani harga tidak ikut naik, bahkan kadang kalau harga di petani naik sedikit saja sudah ribut di media, seakan-akan petani tidak boleh mendapatkan keuntungan,” lirih Ketua Dewan Penasehat Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) itu.

Wachid meminta agar presiden Jokowi memperhatikan nasib para petani yang terimbas kenaikan harga bbm.

“Presiden Jokowi bisa saja meluncurkan program kredit murah, pupuk subsidi di sediakan yang cukup. Harga bbm di kembalikan ke harga semula, sehingga nasib para petani di desa bisa terangkat kesejahteraannya,” tandas Ketua Bidang Produksi dan Pemasaran Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) itu.

Show Comments (0)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *