Kata politik sama sekali tak ada dalam kamus hidupnya. Boleh jadi untuk mengenal pun hampir tak terpikir olehnya, Tapi itu dulu. Kini takdir merubah dirinya menjadi seorang pelaku politik. Bahkan ia pun bertekad untuk menjadi politisi sejati yang mumpuni. Untuk mewujudkannya itu, ia dan istri rela hijrah dari dunia usaha ke dunia politik.
Tekadnya bukanlah isapan jempol belaka. Sejak mengenal sekaligus memahami, bahkan mendapat kepercayaan untuk menahkodai partai politik di daerahnya, hatinya kian mantap untuk mendedikasikan diri di jalur politik. Lagi pula dulu di luar aktifitasnya sebagai pelaku usaha di bidang perkebunan dan pertanian bersama rekan-rekannya, ia pun getol memperjuangkan nasib para petani Tebu. Serta berperan aktif diHKTI Provinsi Jawa Tengah bersama ketua HKTI Bp. Ismail (Mantan Gubernur Jawa Tengah) bersama Sekretaris HKTI Bp. Siswono Yudi Husodo.
Memang, sebelumnya sosok Abdul Wachid, lebih dikenal sebagai pelaku bisnis sekaligus pelopor dan pendiri Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI). Sebuah perkumpulan para petani Tebu yang dibentuknya mulai dari tingkat desa hingga akhirnya terbentuk secara nasional. ”Saya ini sebelumnya, hanyalah petani Tebu yang terus berjuang soal nasib tebu dan gula nasional,” ujar Ketua APTRI ini.
Mulanya, Tanggal 01 Februari tahun 2008, usai memimpin rapat bersama para petani, yang bertempat di Gedung C Kementrian Pertanian dirinya dihubungi salah satu sekretaris Bapak Prabowo untuk menemuinya. Maka hari itu juga, ia pun langsung menemui sang pengundang di kantornya di kawasan Bidakara, Jakarta Selatan. Sampai detik itu, pria kelahiran Jepara, 12 Mei 1961 ini belum mengetahui maksud dan tujuan sang tokoh yang selama ini dikenalnya kerap menggulirkan ekonomi kerakyatan yang ditemuinya itu.
Usai menunggu akhirnya giliran Wakil Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jawa Tengah ini menghadap. Dalam pertemuan itu Prabowo mengutarakan niatnya untuk mendirikan partai bernama Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Bahkan ia pun kaget, ketika Prabowo memintanya untuk bergabung dan memimpin partai di tanah kelahirannya Jawa Tengah. Antara percaya dan tidak, saat mendengar keinginan dan permintaan Prabowo saat itu. Pasalnya, pengetahuan dunia perpolitikan sama sekali tak dimiliki. ”Tapi saat itu, Pak Prabowo meyakinkan saya, bahwa saya layak memimpin Gerindra di Jawa Tengah,” katanya mengenang pertemuan itu.
Pada hari itu juga, 01 Februari 2008 tepatnya di Gedung Bidakara, Wachid pun menandatangani kesanggupannya bergabung dan tercatat sebagai salah satu tokoh pendiri Partai Gerindra. Rupanya, kegamangan mulai menghinggapi dirinya, ketika tiba di kampung halamannya, Jepara. Betapa tidak, saat menceritakan hal itu kepada keluarga, khususnya sang istri, malah ditertawakan. Istrinya menganggap dirinya tengah bermimpi. Wajar, selama ini ia dan keluarga nyaris tak pernah bersinggungan dengan dunia politik. Namun Wachid kembali meyakinkan istrinya, bahwa jika Prabowo saja meyakinkan dirinya, kenapa ia sendiri tidak, termasuk sang istri. ”Ya, sudahlah pak, kalau memang sampeyan yakin, jalani saja,” ujarnya menirukan omongan istri kala itu.
Seakan mendapat kekuatan baru, mendengar dukungan sang istri, meski nadanya agak meragukan saat itu. Akhirnya, setelah mendapat dukungan keluarga, ayah empat anak ini memutar otak, apa yang harus dilakukan selanjutnya. Dalam benaknya terbersit untuk menghubungi beberapa rekan seperjuangannya di organisasi-organisasi sebelumnya, serta para tokoh-tokoh petani di HKTI, APTRI, KTNS Provinsi Jawa Tengah, Maka saat itu juga ia menemui dan mengutarakan keinginannya untuk mengajak membangun Gerindra di Jawa Tengah. Beberapa rekannya ada yang tak menyanggupi karena sudah atau masih bergabung di partai lain. ”Meski mereka menolak, atau masih loyal dengan partai lamanya, mereka mendukung niat saya, terlebih saat mendengar nama Prabowo. Salah satunya Pak Wasiman, yang hingga kini masih bersama sebagai pengurus DPD,” katanya.
Hingga batas waktu yang telah ditentukan yakni 26 Februari, setelah kerja maraton selama dua minggu, ia berhasil membentuk kepengurusan tingkat kabupaten/kota sebanyak 29 DPC dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah. Sementara sisanya menyusul, yang dikarena ada beberapa Kabupaten Kota mengalami Kesulitan pembentukan DPC saat itu, meliputi Kabupaten, Sukoharjo, Kota Surakarta, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Grobokan serta Kabupaten Cilacap.
Dalam perjalanannya, ia sempat dilecehkan lawan politiknya. Merasa kepiawaianya dalam menggalang massa disepelekan, ia pun membuat gebrakan dengan menggandeng almarhum KH Abdurrahman Wahid dalam sebuah kegiatan istigosah yang digelar di Jepara. Rupanya cara ini menarik perhatian masyarakat untuk hadir, terlebih dihadiri tokoh Nahdlatul Ulama (NU) Gus Dur beserta keluarganya. Pun ketika dipenghujung masa kampanye Tahun 2009, ia memberanikan diri menggelar kampanye di Simpang Lima Semarang yang kerap menjadi momok partai peserta pemilu jika tak mampu menghadirkan sekitar 40.000 massa.
Hasil kerja kerasnya berbuah manis. Ia berhasil mengantarkan 65 orang kadernya duduk di DPRD Kabupaten/Kota, 9 orang DPRD Provinsi dan 4 orang DPR-RI. Salah satunya, ia yang duduk sebagai Ketua DPD Partai Gerindra Jawa Tengah yang maju dalam Pemilu Legislatif 2009 dari Daerah Pemilihan (Dapil) II berhasil lolos sebagai anggota DPR dengan raihan suara sebanyak 43.919 suara.