SIAK, Fraksigerindra.id — Panja Pengembangan Sawit Rakyat Komisi IV DPR RI menginventarisasi beragam masalah perkebunan sawit di Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Dalam kunjungan tersebut Anggota Komisi IV DPR RI Darori Wonodipuro mengungkapkan ada beragam persoalan dalam perkebunan sawit. Di antaranya adalah lahan sawit rakyat yang bermasalah seluas 3,5 juta hektar yang sudah berbuah yang sudah replanting tapi statusnya belum jelas, karena sebagain besar ada di kawasan hutan.

 

“Kita ingin tahu kondisi sebenarnya di lapangan seperti apa, ternyata menurut data ada sawit rakyat yang bermasalah. 3,5 juta hektar yang sudah berbuah yang sudah replanting tapi statusnya belum jelas, karena sebagain besar ada di kawasan hutan. Makanya kita melihat benar gak itu, memang sebagian besar benar, sebagian tidak,” ungkap Darori di Siak, Riau, Kamis (11/11/2021).

 

Dia mengatakan, akan menindaklanjuti permasalahan tersebut dalam panja yang telah dibentuk oleh Komisi IV. Menurutnya kebun yang berada di kawasan hutan, sesuai dengan Undang-Undang Cipta Kerja, rakyat diberi hak mengelola kelapa sawit di hutan maksimal 5 hektar. “Yang benar akan kita tindak lanjuti supaya rakyat punya kepastian hukum, bahwa itu diberi hak hak sesuai dengan UU Cipta Kerja,” tuturnya.

 

Dari laporan Bupati Siak Alfedri, Darori menyampaikan, masyarakat yang memiliki kebun petani plasma diberi kelapa sawit, tapi tidak boleh menanam yang lain. Selama lima tahun (sebelum usia panen) tidak ada pemasukan lain bagi petani. “Maka kami rekomendasikan untuk kelapa sawit umur satu sampai tiga tahun bisa tumpang sari jagung, yang setahun bisa dua kali panen. Saya minta bupati panggil perusahannya, dicoba dulu lah di Siak seperti apa nanam jagung antar kelapa sawit,” ujar Darori.

 

Tak hanya itu, masalah pupuk juga masih menjadi keluhan para petani, Darori mengatakan, secara nasional kebutuhan pupuk petani mencapai 26 juta ton dengan anggaran Rp69 triliun. Tapi kenyataanya, pemerintah hanya mengeluarkan anggaran Rp29 triliun atau hanya sekitar 9 juta ton (35 persen). Hal tersebut tentu saja menjadi masalah tersendiri bagi petani yang senantiasa dituntut untuk meningkatkan hasil pertaniannya.

 

“Nah kami punya data itu dari Kementan. Mestinya kita terbuka saja, makanya uang yang ada ini mau diapakan? Apakah dikurangi subsidinya? Misalkan, padi, jagung, kedelai diberikan subsidi pasca panen. Misalkan harga jagung jatuh hingga Rp3500, pemerintah tetap membeli di harga Rp4500, subsidinya dari uang Rp29 triliun itu,  nah ini panjanya sudah jalan mudah-mudahan ini terealisasi,” jelas Darori.

Show Comments (0)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *